-->

Tafsir Ibnu Katsir Surat 'Abasa, ayat 1-42

 عَبَسَ وَتَوَلَّى (1) أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى (2) وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى (3) أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى (4) أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى (5) فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى (6) وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّى (7) وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى (8) وَهُوَ يَخْشَى (9) فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى (10) كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ (11) فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ (12) فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ (13) مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ (14) بِأَيْدِي سَفَرَةٍ (15) كِرَامٍ بَرَرَةٍ (16)

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti.

Tafsir Ibnu Katsir Surat 'Abasa, ayat 1-42


Bukan hanya seorang  dari ulama tafsir menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari sedang berbicara dengan salah seorang pembesar Quraisy, yang beliau sangat menginginkan dia masuk Islam. Ketika beliau Saw. sedang berbicara dengan suara yang perlahan dengan orang Quraisy itu, tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum, salah seorang yang telah masuk Islam sejak lama. Kemudian Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang sesuatu dengan pertanyaan yang mendesak. Dan Nabi Saw. saat itu sangat menginginkan andaikata Ibnu Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya, agar beliau dapat berbicara dengan tamunya yang dari Quraisy itu karena beliau sangat menginginkannya mendapat hidayah. Untuk itulah maka beliau bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum dan memalingkan wajah beliau darinya serta hanya melayani tamunya yang dari Quraisy itu. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

(عَبَسَ وَتَوَلَّى * أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى * وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى)  

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). ('Abasa: 1-3)

Yakni menginginkan agar dirinya suci dan bersih dari segala dosa.

(أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى)

atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? ('Abasa: 4)

Yaitu memperoleh pelajaran untuk dirinya sehingga ia menahan dirinya dari hal-hal yang diharamkan.

(أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى * فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى)

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. ('Abasa: 5-6)

Adapun orang yang serba cukup, maka kamu melayaninya dengan harapan dia mendapat petunjuk darimu.

(وَمَا عَلَيْكَ أَلا يَزَّكَّى)

Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). ('Abasa: 7)

Artinya, kamu tidak akan bertanggungjawab mengenainya bila dia tidak mau membersihkan dirinya (beriman).

(وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى * وَهُوَ يَخْشَى)

Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut (kepada Allah). (‘Abasa: 8-9)

Yakni dengan sengaja datang kepadamu untuk mendapat petunjuk dari pengarahanmu kepadanya.

(فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى)

maka kamu mengabaikannya. ('Abasa: 10)

Maksudnya, kamu acuhkan dia. Dan setelah kejadian ini Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk tidak boleh mengkhususkan peringatan terhadap seseorang secara tertentu, melainkan harus menyamakan di antara semuanya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa. Kemudian Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus, keputusan yang ditetapkan-Nya penuh dengan kebijaksanaan dan mempunyai alasan yang sangat kuat.

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. ('Abasa: 1) Ibnu Ummi Maktum datang kepada Nabi Saw. yang saat itu sedang berbicara dengan Ubay ibnu Khalaf, maka beliau Saw. berpaling dari Ibnu Ummi Maktum, lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ('Abasa:  1-2) Maka sesudah peristiwa itu Nabi Saw. selalu menghormatinya.

Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia melihat Ibnu Ummi Maktum dalam perang Qadisiyah, memakai baju besi, sedangkan di tangannya terpegang bendera berwarna hitam.

Abu Ya'la dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang diceritakan kepada kami dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. (‘Abasa: 1) diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang tuna netra. Dia datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Berilah aku petunjuk." Sedangkan saat itu di hadapan Rasulullah Saw. terdapat seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum musyrik. Maka Rasulullah Saw. berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan melayani lelaki musyrik itu seraya bersabda, "Bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang aku katakan ini, apakah berkesan?" Lelaki itu menjawab, "Tidak". Maka berkenaan dengan peristiwa inilah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. ('Abasa: 1)

Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini dari Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi dengan sanad yang semisal; kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa sebagian dari mereka ada yang meriwayatkan dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa surat 'Abasa diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum, tetapi dalam sanad ini tidak disebutkan dari Aisyah.

Menurut hemat saya, memang demikianlah yang terdapat di dalam kitab Muwatta. Kemudian Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim juga telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ('Abasa: 1-2) Bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang berbicara secara tertutup dengan Atabah ibnu Rabi'ah, Abu Jahal ibnu Hisyam, dan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib, yang sebelumnya Nabi Saw. sering berbicara dengan mereka dan sangat menginginkan mereka beriman. Lalu tiba-tiba datanglah seorang lelaki tuna netra bernama Ibnu Ummi Maktum dengan jalan kaki, saat itu Nabi Saw. sedang serius berbicara dengan mereka. Lalu Abdullah ibnu Ummi Maktum meminta agar diajari suatu ayat dari Al-Qur'an dan berkata, "Wahai Rasulullah, ajarilah aku dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu." Rasulullah Saw. berpaling dan bermuka masam terhadapnya serta tidak melayaninya, bahkan beliau kembali melayani mereka. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari pembicaraan tertutupnya dan hendak pulang ke rumah keluarganya, maka Allah Swt. menahan sebagian dari pandangan beliau dan menjadikan kepada beliau tertunduk, lalu turunlah kepadanya firman Allah Swt. yang menegur sikapnya itu: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya? ('Abasa: 1-4) Maka setelah diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat-ayat tersebut, beliau selalu menghormatinya dan selalu berbicara dengannya dan menanyakan kepadanya, "Apakah keperluanmu? Apakah engkau ingin sesuatu?" Dan apabila Ibnu Ummi maktum pergi darinya, beliau Saw. bertanya, "Apakah engkau mempunyai sesuatu keperluan?" Demikian itu setelah Allah Swt. menurunkan firman-Nya. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). ('Abasa: 5-7)  .

Hadis ini garib dan munkar, sanadnya juga masih diperbincangkan dan diragukan.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ الرَّمَادِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: قَالَ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عمر: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا أَذَانَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ". وَهُوَ الْأَعْمَى الَّذِي أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ: (عَبَسَ وَتَوَلَّى * أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى) وَكَانَ يُؤَذِّنُ مَعَ بِلَالٍ. قَالَ سَالِمٌ: وَكَانَ رَجُلا ضريرَ الْبَصَرِ، فَلَمْ يَكْ يُؤَذِّنُ حَتَّى يَقُولَ لَهُ النَّاسُ-حِينَ يَنْظُرُونَ إِلَى بُزُوغِ الْفَجْرِ-: أذَّن

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Salim ibnu Abdullah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Bilal azan di malam hari, maka makan dan minumlah kamu hingga kamu mendengar seruan azan Ibnu Ummi Maktum. Dia adalah seorang tuna netra yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ('Abasa: 1-2) Tersebutlah pula bahwa dia menjadi juru azan bersama Bilal. Salim melanjutkan, bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang tuna netra, maka dia belum menyerukan suara azannya sebelum orang-orang berkata kepadanya saat mereka melihat cahaya fajar subuh, "Azanlah!"

Hal yang sama telah disebutkan oleh Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, Abu Malik, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum. Menurut pendapat yang terkenal, nama aslinya adalah Abdullah, dan menurut pendapat yang lainnya yaitu Amr; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

*******************

Firman Allah Swt:

(كَلا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ)

Sekali-kali jangan (demikian, Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. ('Abasa: 11)

Artinya, surat ini atau perintah menyamakan semua orang dalam menyampaikan pengetahuan, tidak dibedakan antara orang yang terhormat dan orang biasa dari kalangan mereka yang menginginkannya.

Qatadah dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. ('Abasa: 11) Yakni Al-Qur'an itu.

(فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ)

maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya. ('Abasa: 12)

Maksudnya, barang siapa yang menghendaki, ia dapat mengingat Allah Swt. dalam semua urusannya. Dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang ada merujuk kepada wahyu karena konteks pembicaraan berkaitan dengannya.

Firman Allah Swt.:

(فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ * مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ)

di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan. ('Abasa: 13-14)

Yaitu surat ini atau pelajaran ini, kedua-duanya saling berkaitan, bahkan Al-Qur'an seluruhnya.

(فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ)

di dalam kitab-kitab yang dimuliakan. ('Abasa: 13)

Yakni diagungkan dan dimuliakan.

(مَرْفُوعَةٍ)

yang ditinggikan ('Abasa: 14)

Artinya, mempunyai kedudukan yang tinggi.

(مُطَهَّرَةٍ)

lagi disucikan ('Abasa: 14)

Yaitu disucikan dari hal yang kotor, penambahan, dan pengurangan.

Firman Allah Swt:

(بِأَيْدِي سَفَرَةٍ)

di tangan para penulis. ('Abasa: 15)

Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid, yang dimaksud adalah para malaikat. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa mereka adalah para sahabat Nabi Saw. Qatadah mengatakan mereka adalah para ahli qurra. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa safarah dengan bahasa Nabtiyyah, kalau bahasa Arabnya berarti para ahli qurra. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa safarah adalah para malaikat yang menghubungkan antara Allah Swt. dengan makhluk-Nya. Dan termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan safir, yang artinya orang yang menghubungkan di antara kedua belah pihak yang bersangkutan untuk tujuan perdamaian dan kebaikan. Hal yang sama dikatakan oleh salah seorang penyair dalam salah satu bait syairnya:

وَمَا أَدَعُ السِّفَارَةَ بَيْنَ قَوْمِي ... وَمَا أَمْشِي بِغِشٍّ إِنْ مَشَيْتُ

Aku belum pernah mengabaikan perantara (juru runding) di antara kaumku, dan aku belum pernah berjalan (ke sana kemari) untuk tujuan menipu.

Imam Bukhari mengatakan bahwa safarah adalah para malaikat yang menjadi duta perdamaian di antara mereka. Di sini malaikat yang menurunkan wahyu Allah Swt. dan menyampaikannya kepada rasul yang bersangkutan diserupakan dengan duta yang mendamaikan di antara kaum yangberselisih.

Firman Allah Swt.:

(كِرَامٍ بَرَرَةٍ)

yang mulia lagi berbakti. ('Abasa: 16)

Yakni rupa mereka mulia, baik lagi terhormat, dan akhlak serta sepak terjang mereka berbakti, suci dan sempurna. Maka berangkat dari pengertian ini orang yang hafal Al-Qur'an dianjurkan berada dalam jalan yang lurus dan benar dalam semua perbuatan dan ucapannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارة بْنِ أَوْفَى، عَنِ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَؤُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'd ibnu Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang membaca Al-Qur'an, sedangkan dia pandai membacanya (kelak akan dihimpunkan) bersama-sama dengan para malaikat safarah yang mulia lagi berbakti. Adapun orang yang membacanya, sedangkan dia melakukannya dengan berat, baginya dua pahala.

Jamaah mengetengahkan hadis ini melalui jalur Qatadah dengan sanad yang sama.

قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ (17) مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ (18) مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ (19) ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ (20) ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ (21) ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ (22) كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ (23) فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ (24) أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا (25) ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا (26) فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا (27) وَعِنَبًا وَقَضْبًا (28) وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا (29) وَحَدَائِقَ غُلْبًا (30) وَفَاكِهَةً وَأَبًّا (31) مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ (32)

Binasalah manusia; alangkah amat kekafirannya? Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes muni, Allah menciptakannya, lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya, kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali, sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-mayur, zaitun dan pohon kurma. kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.

Allah Swt. mencela orang yang ingkar kepada hari berbangkit dan dihidupkan-Nya kembali manusia di hari kemudian.

(قُتِلَ الإنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ)

Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya. ('Abasa: 17)

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah. Swt: Binasalah manusia. ('Abasa: 17), Yakni terkutuklah manusia. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Malik, bahwa kalimat ini ditujukan kepada manusia yang mendustakan hari berbangkit. Dia banyak berdusta tanpa sandaran, bahkan hanya menurut ilusinya yang menganggap hal itu mustahil terjadi, dia tidak mempunyai pengetahuan sama sekali dalam hal ini.

Ibnu Juraij mengatakan bahwa firman Allah Swt.: alangkah amat sangat kekafirannya. ('Abasa: 17) Maksudnya, betapa parah kekafirannya, yakni memakai sigat (ungkapan) ta'ajjub. Tetapi Ibnu Jarir mengatakan, bisa saja ditakwilkan dengan pengertian berikut, bahwa apakah yang menjadikan manusia itu kafir. Dengan kata lain, apakah yang mendorongnya tidak percaya kepada adanya hari berbangkit. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Al-Bagawi, dari Muqatil dan Al-Kalabi.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: alangkah amat sangat kekafirannya. ('Abasa:  17) Yaitu betapa laknatnya dia.

Kemudian Allah Swt. menerangkan kepada manusia tentang bagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang hina, dan bahwa Dia mampu untuk mengembalikannya hidup seperti semula sebagaimana saat Dia menciptakannya di permulaan; untuk itu Allah Swt. berfirman:

(مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ * مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ)

Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya, lalu menentukannya. ('Abasa: 18-19)

Yakni kemudian menentukan ajal, rezeki, dan amalnya, apakah dia termasuk orang yang berbahagia ataukah orang yang celaka.

(ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ)

Kemudian Dia memudahkan jalannya. ('Abasa: 20)

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kemudian Allah memudahkannya keluar dari perut ibunya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh, Qatadah, dan As-Saddi, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:

إِنَّا هَدَيْناهُ السَّبِيلَ إِمَّا شاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Al-Insan: 3)

Artinya, Kami telah menerangkan kepadanya jalan yang lurus, dan Kami telah menjelaskannya kepadanya, dan Kami telah mumudahkan baginya untuk mengamalkannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Ibnu Zaid, dan pendapat inilah yang paling kuat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah Swt.:

(ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ)

kemudian Dia mematikannya dun memasukkannya ke dalam kubur. ('Abasa: 21)

Sesudah Allah menciptakannya dan menghidupkannya di alam wujud ini, lalu dia mematikannya dan menguburkannya, yakni Allah menjadikannya mempunyai kuburan. Dalam bahasa Arab disebutkan qabartur rajula, dikatakan demikian bila engkau mengurusi penguburannya, dan dikatakan pula aqbarahullah, artinya Allah menjadikannya memiliki kuburan. Dikatakan pula :' adabtu qarnas saur'u artinya aku potong tanduk banteng itu. Dapat pula dikatakan adabahullah, Allah menjadikan tanduknya terpotong. Dikatakan batartu zanabal ba'iri, aku potong ekor unta itu; dapat pula dikatakan abtarahullah, Allah menjadikan ekor unta itu terputus. Dikatakan tarad-tu fulanan 'anmi, artinya aku mengusir si Fulan dariku. Dikatakan pula atradahullah, Allah menjadikannya terusir. Salah seorang penyair bernama A'sya mengatakan dalam salah satu bait syairnya:

لَو أسْنَدَتْ مَيتًا إِلَى نَحْرها  عَاش، وَلم يُنقَل إلى قَابِر

Seandainya aku sandarkan sesosok jenazah pada dadanya, niscaya ia masih hidup dan tidak jadi dipindahkan ke kuburan.

*******************

Firman Allah Swt.:

(ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ)

kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. ('Abasa: 22)

Yakni membangkitkannya hidup kembali sesudah matinya (di hari kiamat) nanti. dan termasuk ke dalam pengertian ini kata al-ba'su (berbangkit) dan an-nusyur (berkembang biak), seperti dalam firman-Nya:

وَمِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرابٍ ثُمَّ إِذا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kalian dari tanah, kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20)

Dan firman Allah Swt.:

وَانْظُرْ إِلَى الْعِظامِ كَيْفَ نُنْشِزُها ثُمَّ نَكْسُوها لَحْماً

dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. (Al-Baqarah: 259)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أصبغُ بنُ الفَرج، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ: أَنْ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ أَخْبَرَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَأْكُلُ الترابُ كلَّ شَيْءٍ مِنَ الْإِنْسَانِ إِلَّا عَجْبُ ذَنَبه قِيلَ: وَمَا هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "مِثْلُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْهُ يُنْشَئُونَ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Asbag ibnul Farj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, bahwa Darij alias Abus Samah pernah menceritakan kepadanya dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tanah itu memakan semua anggota tubuh manusia kecuali tulang ekornya. Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, seperti apakah bentuknya?" Rasulullah Saw. menjawab: Besarnya seperti biji sawi, daripadanyalah kalian akan disusun kembali (menjadi hidup).

Hadis ini telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah tanpa tambahan adanya si penanya. Lafaznya berbunyi seperti berikut:

"كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَبْلى إِلَّا عَجْبُ الذَّنَب، مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُركَّب"

Semua anak Adam hancur tubuhnya kecuali tulang ekornya, karena darinya dia diciptakan dan darinya (pula) dia disusun kembali (menjadi hidup).

*******************

Adapun Firman Allah Swt.:

(كَلا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ)

sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. ('Abasa: 23)

Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman, "Kalla," artinya duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang dikatakan oleh manusia yang kafir itu, bahwa dia telah menunaikan hak Allah yang ada pada dirinya dan harta bendanya.

(لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ)

manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. ('Abasa: 23)

Allah Swt. berfirman bahwa dia masih belum menunaikan kewajiban yang difardukan oleh Allah Swt. atas dirinya.

Kemudian Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui jalur Ibnu Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. ('Abasa: 23) Bahwa tiada seorang pun yang ditetapkan dapat menunaikan semua apa yang difardukan atas dirinya. Bagawi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Al-Hasan Al-Basri.

Demikianlah yang penulis jumpai dari pendapat ulama terdahulu mengenainya, tiada pendapat lainnya. Tetapi menurut hemat saya, makna yang dimaksud dari firman-Nya hanya Allah-lah yang lebih mengetahui.

(ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ)

kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. ('Abasa: 22)

Yakni Dia menghidupkannya kembali.

(كَلا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ)

tidaklah demikian; Allah masih belum menunaikan apa yang telah ditetapkan-Nya itu. ('Abasa: 23)

Yaitu Allah tidak akan melakukannya sekarang sebelum masa yang telah Dia tetapkan (takdirkan) atas Bani Adam yang akan menjalaninya habis dan Bani Adam dikeluarkan di dunia ini, sedangkan di pundaknya telah terbebani perintah dari Allah secara takdir. Maka apabila hal yang telah ditetapkan oleh Allah itu habis, barulah Allah membangkitkan semua makhluk (dari alam kuburnya) dan menghidupkan kembali mereka seperti pada permulaan kejadiannya.

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan, Uzair a.s. pernah berkata bahwa malaikat yang sering datang kepadanya mengatakan bahwa sesungguhnya kubur itu terletak di perut bumi. Dan sesungguhnya bumi itu adalah induk dari semua makhluk. Maka apabila Allah Swt. telah menciptakan semua yang dikehendaki-Nya, dan kubur yang telah disediakan oleh Allah untuknya telah terpenuhi, maka habislah usia dunia dan matilah semua makhluk yang ada di atasnya, lalu bumi mengeluarkan semua yang terdapat di dalam perutnya dan semua kuburan mengeluarkan makhluk yang ada di dalamnya. Ini mirip dengan pendapat yang kami kemukakan sehubungan dengan makna ayat ini; akhirnya hanya Allah Swt. sajalah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah Swt.

(فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ)

maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. ('Abasa: 24)

Ini mengandung penyebutan nikmat Allah dan sekaligus menjadi bukti yang menunjukkan bahwa jasad-jasad ini setelah menjadi tulang belulang yang hancur dimakan tanah dan bercerai-berai akan dihidupkan kembali. Hal tersebut diutarakan melalui analogi dihidupkan-Nya tetumbuhan dari tanah yang mati. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

(أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا)

Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). ('Abasa: 25)

Yakni Kami turunkan hujan dari langit ke bumi.

(ثُمَّ شَقَقْنَا الأرْضَ شَقًّا)

kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. ('Abasa: 26)

Maksudnya, Kami tempatkan air itu dalam bumi dan masuk melalui celah-celahnya, kemudian meresap ke dalam biji-bijian yang telah disimpan di dalam tanah. Maka tumbuhlah biji-bijian itu menjadi tetumbuhan yang muncul di permukaan bumi, lalu meninggi.

(فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا * وَعِنَبًا وَقَضْبًا)

lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran. ('Abasa: 27-28)

Al-habb artinya biji-bijian, al-inab artinya anggur. sedangkan al-qadb artinya sejenis sayuran yang dimakan oleh ternak dengan mentah-mentah. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Qatadah, Ad-Dahhak. dan As-Saddi. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa al-qadb artinya makanan ternak.

(وَزَيْتُونًا)

dan zaitun. ('Abasa: 29)

Buah zaitun cukup dikenal dan dapat dijadikan sebagai lauk, begitu pula minyaknya. Bahkan minyaknya dapat digunakan untuk meminyaki tubuh dan juga sebagai bahan bakar penerangan.

(وَنَخْلا)

dan buah kurma. ('Abasa: 29)

yang dapat dimakan dalam keadaan gemading, ataupun sudah masak; dapat pula dijadikan sale, dan perasannya dapat dibuat minuman dan cuka.

(وَحَدَائِقَ غُلْبًا)

kebun-kebun (yang) lebat. ('Abasa: 30)

Yakni kebun-kebun yang rindang.

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, yang dimaksud dengan gulban ialah pohon kurma yang besar-besar lagi rindang-rindang.

Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pepohonan yang lebat dan banyak.

Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa gulban artinya pohon yang dapat dijadikan naungan.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kebun-kebun (yang) lebat. ('Abasa: 30) Yaitu yang tinggi-tinggi. Ikrimah mengatakan bahwa gulban artinya yang besar bagian tengahnya.

Di dalam riwayat lain disebutkan besar lehernya, tidakkah engkau lihat seseorang itu apabila memiliki leher yang besar dan keras disebut dia adalah seorang yang aglab. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Jarir mengutip kata-kata Farazdaq dalam salah satu bait syairnya yang menunjukkan bahwa seorang yang berleher gempal dan besar adalah orang yang kuat dan diserupakan dengan harimau.

Firman Allah Swt:

(وَفَاكِهَةً وَأَبًّا)

dan buah-buahan dan rumput-rumputan. ('Abasa: 31)

Yang dimaksud dengan fakihah ialah semua jenis buah-buahan yang dimakan untuk bersenang-senang.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa fakihah adalah buah yang dimakan dalam keadaan segar, sedangkan al-abb artinya tetumbuhan yang hanya dimakan oleh binatang ternak dan tidak dimakan oleh manusia. Menurut riwayat lain yang bersumber darinya, disebutkan rerumputan untuk hewan temak.

Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair serta Abu Malik mengatakan bahwa al-abb artinya rumput-rumputan.

Diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, Qatadah dan ibnu Zaid, bahwa al-abb bagi hewan sama dengan buah-buahan bagi manusia.

Dan diriwayatkan dari Ata, bahwa segala sesuatu yang tumbuh di permukaan tanah disebut al-abb (semua tumbuh-tumbuhan).

Ad-Dahhak mengatakan bahwa segala sesuatu yang ditumbuhkan oleh bumi selain dari buah-buahan disebut al-abb.

Ibnu Idris telah meriwayatkan dari' Asim ibnu Kulaib dari ayahnya dari Ibnu Abbas, bahwa al-abb adalah tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh hewan dan tidak dimakan oleh manusia.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal ini melalui tiga jalur dari Ibnu Idris. Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Abus Sa’ib, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Tbnu Idris, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas mengatakan al-abb artinya tetumbuhan yang dimakan oleh ternak. Ini menurut lafaz Abu Kuraib, dan Abus Sa’ib dalam riwayatnya mengatakan bahwa al-abb artinya tetumbuhan yang dimakan oleh manusia dan juga oleh ternak.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-abb ialah rumput dan ilalang. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid serta selain mereka yang bukan hanya seorang.

Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam ibnu Hausyab, dari Ibrahim At-Taimi yang menceritakan bahwa sahabat Abu Bakar pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: dan buah-buahan serta rumput-rumputan. ('Abasa: 31) Maka Abu Bakar As-Siddiq menjawab, "Langit siapakah yang menaungiku, dan bumi siapakah yang menjadi tempat berpijakku bila aku mengatakan terhadap Kitabullah hal yang tidak aku ketahui?" Tetapi asar ini munqati' antara Ibrahim At-Taimi dan Abu Bakar As-Siddiq r.a., yakni ada mata rantai perawi yang terputus di antara keduanya.

Menurut'riwayat Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar r.a. membaca firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. ('Abasa: 1) Ketika bacaannya sampai pada firman-Nya: dan buah-buahan dan rumput-rumputan. ('Abasa: 31) Lalu ia berkata, "Kami telah mengetahui apa yang dimaksud dengan fakihah (buah-buahan), tetapi apakah yang dimaksud dengan al-abb?" Ia berkata kepada dirinya sendiri, lalu ia melanjutkan, "Demi usiamu, hai Ibnul Khattab, sesungguhnya ini benar-benar merupakan takalluf (memaksakan diri, bila kamu tidak mengetahuinya)." Sanad asar ini sahih, bukan hanya seorang ulama telah meriwayatkannya dari Anas dengan sanad yang sama.

Hal ini mengandung takwil bahwa Ibnul Khattab r.a. bermaksud untuk mengetahui bentuk, jenis dan barangnya; karena sesungguhnya dia dan semua orang yang membaca ayat ini mengetahui bahwa al-abb adalah sejenis tumbuh-tumbuhan, sebab dalam konteksnya disebutkan oleh firman-Nya: lalu Kami tumbuhkan biji-bijian dl bumi itu, anggur, dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat dan buah-buahan serta rumput-rumputan. ('Abasa: 27-31)

Adapun Firman Allah Swt.:

(مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ)

untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian. ('Abasa: 32)

Yakni untuk makanan pokok kalian dan binatang ternak kalian dalam kehidupan dunia ini sampai hari kiamat nanti.

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ (33) يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ (34) وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ (35) وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ (36) لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ (37) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ (38) ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ (39) وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ (40) تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ (41) أُولَئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ (42)

Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. Banyak muka pada hari itu berseri-seri. tertawa dan gembira ria, dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-sakhkhah ialah salah satu nama lain dari hari kiamat, Allah memperingatkan dan mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan hari tersebut.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa barangkali ia merupakan nama tiupan sangkakala.

Al-Bagawi mengatakan, as-sakhkhah artinya pekikan hari kiamat, dikatakan demikian karena kejadiannya memekakkan telinga sehingga hampir saja menjadikannya tuli.

(يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ * وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ * وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ)

pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. ('Abasa: 34-36)

Yaitu dia melihat mereka, tetapi lari dari mereka dan menjauhinya, karena dahsyatnya huru-hara dan kengerian yang terjadi pada hari itu.

Ikrimah mengatakan bahwa seseorang berdua dengan istrinya, lalu berkata kepadanya, "Hai istriku, suami macam apakah aku ini bagimu?" Si istri menjawab "Engkau adalah sebaik-baik suami." dan istrinya memujinya dengan pujian yang baik semampunya. Kemudian si suami berkata kepada istrinya, '"Maka sesungguhnya hari ini aku meminta suatu kebaikan darimu dengan suka rela, barangkali aku dapat selamat dari apa yang engkau saksikan sekarang ini." Si istri menjawab, "Alangkah mudahnya permintaanmu, tetapi aku tidak mampu memberimu sesuatu pun karena aku pun sedang dicekam oleh rasa takut yang sama seperti yang kamu alami." Dan sesungguhnya seseorang bersua dengan anaknya, lalu ia bergantung kepadanya dan mengatakan,"Hai Anakku, orang tua seperti apakah aku ini bagimu?" Si anak menjawab dengan mengemukakan pujian kepadanya, lalu ia berkata kepada si anak, "Hai Anakku, sesungguhnya aku sekarang sangat memerlukan bantuan sedikit dari kebaikanmu, mudah-mudahan dengannya aku dapat selamat dari keadaanku sekarang ini yang engkau Hhat sendiri." Maka si anak menjawab, "Wahai Ayah, betapa ringannya permintaanmu, tetapi aku sendiri merasa takut dengan ketakutan yang sama seperti yang engkau alami, maka aku tidak mampu memberimu sesuatu pun dari apa yang engkau minta'itu." Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. ('Abasa: 34-36)

Di dalam hadis sahih yang menceritakan peristiwa syafaat disebutkan bahwa ketika dimintakan kepada tiap-tiap rasul dari ulul 'azmi untuk memohonkan syafaat di hadapan Allah buat semua makhluk, maka tiap-tiap orang dari mereka mengatakan.”Aku lebih mengutamakan diriku, aku lebih mengutamakan diriku, dan aku tidak memohon kepada Engkau selain keselamatan buat diriku sendiri." Sehingga Isa putra Maryam sendiri mengatakan,"Aku tidak memohon kepada-Nya hari ini kecuali untuk keselamatan diriku sendiri, dan aku tidak memohon kepada-Nya untuk keselamatan ibuku Maryam yang telah melahirkanku." Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. ('Abasa: 34-36)

Qatadah mengatakan bahwa pada hari itu yang dipentingkan adalah yang paling dicintai dan paling dekat karena dahsyatnya huru-hara di hari itu. Yang dalam hal ini tiada yang lebih dicintai dan lebih dekat bagi seseorang kecuali diri masing-masing.

Firman Allah Swt.:

(لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)

Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 37)

Yakni dia sangat sibuk dengan urusannya sendiri sehingga lupa kepada orang lain.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارِ بْنِ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ أَبُو زَيْدٍ الْعَبَّادَانِيُّ، عَنْ هِلَالِ بْنِ خَبَّاب، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " تُحْشَرُونَ حُفَاةً عُرَاةً مُشَاةً غُرلا " قَالَ: فَقَالَتْ زوجته: يا رسول الله، أوَ يرى بَعْضُنَا عَوْرَةَ بَعْضٍ؟ قَالَ: " (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ) أَوْ قَالَ: "مَا أَشْغَلَهُ عَنِ النَّظَرِ".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris Al-Walid ibnu Saleh. telah menceritakan kepada kami Sabit alias Abu Zaid Al-Ubadani, dari Hilal ibnu Khabbab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak kalian akan dihimpunkan (di hari kiamat) dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, jalan kaki lagi dalam keadaan tidak bersunat (berkhitan). Maka salah seorang istri beliau Saw. ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat (yang lain), atau sebagian dari kita dapat melihat aurat sebagian yang lainnya?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tiap-tiap orang dari mereka di hari itu disibukkan dengan urusannya sendiri —atau— sibuk dengan urusannya sendiri hingga tidak sempat memandang (orang lain).

Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini secara tunggal dengan sanad yang sama, dari Abu Daud, dari Arim, dari Sabit ibnu Yazid alias Ibnu Zaid Al-Ahwal Al-Basri salah seorang siqah, dari Hilal ibnu Khabab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang sama.

وَقَدْ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ عَنْ عَبْدِ بْنِ حُمَيد، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ، عَنْ ثَابِتِ بْنِ يزيد، عن هلال ابن خَبَّاب، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تُحشَرون حُفاة عُرَاة غُرْلا". فَقَالَتِ امْرَأَةٌ: أَيُبْصِرُ-أَوْ: يَرَى-بَعْضُنَا عَوْرَةَ بَعْضٍ؟ قَالَ: "يَا فُلَانَةُ، (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)

Imam Turmuzi telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Humaid, dari Muhammad ibnul Fadl, dari Sabit ibnu Zaid, dari Hilal ibnu Khabbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kelak kalian akaii dihimpunkan (di hari kiamat) dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan. Maka seorang wanita bertanya.”Apakah dapat melihat atau memandang sebagian dari kita kepada aurat sebagian yang lainnya?"' Rasulullah Saw. menjawab: Hai Fulanah, tiap-tiap orang dari mereka di hari itu disibukkan oleh urusannya masing-masing.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan sahih, dan telah diriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari ibnu Abbas.

وَقَالَ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا بَقِيَّة، حَدَّثَنَا الزُّبَيْدِيُّ، أَخْبَرَنِي الزُّهْرِيُّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرلا". فَقَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ بِالْعَوْرَاتِ؟ فَقَالَ: " (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)

Imam Nasai mengatakan. telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Usrnan, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Az-Zubaidi, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Manusia dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan. Maka Siti Aisyah r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu bagaimanakah dengan aurat-aurat kami?" Rasulullah Saw. menjawab: Masing-masing orang dari mereka di hari itu cukup sibuk dengan urusannya sendiri.

Imam Nasai meriwayatkan hadis ini secara tunggal dari jalur ini.

ثُمَّ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى، عَنْ عائد ابن شُرَيح، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَأَلَتْ عَائِشَةُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، إِنِّي سَائِلَتُكَ عَنْ حَدِيثٍ فَتُخْبِرُنِي أنتَ بِهِ. فَقَالَ: "إِنْ كَانَ عِنْدِي مِنْهُ عِلْمٌ". قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كَيْفَ يُحشر الرِّجَالُ؟ قَالَ: "حُفَاةً عُرَاةً". ثُمَّ انتظَرتْ سَاعَةً فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْشَرُ النِّسَاءُ؟ قَالَ: "كَذَلِكَ حُفَاةً عُرَاةً". قَالَتْ: وَاسَوْأَتَاهُ مِنْ يَوْمِ الْقِيَامَةِ! قَالَ: "وَعَنْ أَيِّ ذَلِكَ تَسْأَلِينَ؟ إِنَّهُ قَدْ نَزَلَ عَلَيَّ آيَةٌ لَا يَضُرُّكِ كَانَ عَلَيْكِ ثِيَابٌ أَوْ لَا يَكُونُ". قَالَتْ: أيةُ آيَةٍ هِيَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟ قَالَ: " (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Azar ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, dari Aid ibnu Syuraih. dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Siti Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, sesungguhnya aku hendak bertanya kepada engkau tentang suatu hadis, maka aku berharap semoga engkau menceritakannya kepadaku." Rasulullah Saw. menjawab, "Jika aku mempunyai pengetahuan tentangnya, tentu aku akan menceritakannya kepadamu." Siti Aisyah r.a. bertanya, "Hai Nabi Allah, bagaimanakah keadaan kaum laki-laki ketika dihimpunkan?" Rasulullah Saw. menjawab: (Mereka dihimpunkan) dalam keadaan tidak beralas kaki lagi telanjang bulat. Siti Aisyah berhenti sejenak, lalu bertanya lagi,"Bagaimanakah keadaan kaum wanita saat dihimpunkan?" Nabi Saw. menjawab: Sama saja dalam keadaan tidak beralas kaki lagi telanjang. Maka Siti Aisyah berkata, '"Aduhai kedua aurat ini pada hari kiamat nanti!" Rasulullah Saw. Bersabda: Apakah yang dimaksud dengan pertanyaanmu? Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku suatu ayat yang tidak akan membahayakanmu apakah kamu berpakaian ataukah tidak." Siti Aisyah bertanya,"Ayat yang manakah; hai Nabi Allah, yang engkau maksudkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 37)

Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya mengatakan:

أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الشُّرَيْحِيُّ، أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الثَّعْلَبِيُّ، أَخْبَرَنِي الْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَيَّاشٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ سَوْدَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ حُفَاةً عُرَاةً غُرلا قَدْ أَلْجَمَهُمُ الْعَرَقُ، وَبَلَغَ شُحُومَ الْآذَانِ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَاسَوْأَتَاهُ يَنْظُرُ بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ؟ فَقَالَ: "قَدْ شُغل النَّاسُ، (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Asy-Syuraihi, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim As-Sa'labi, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Muhammad ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Uwais, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Muhammad ibnu Abu Iyasy, dari Ata ibnu Yasar, dari Saudah istri Nabi Saw. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak manusia dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan, banjir keringat telah mengepung mereka hingga sampai batas telinga mereka. Lalu Saudah bertanya,"Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan kedua aurat, tentu saja sebagian dari kita melihat sebagian yang lainnya?" Rasulullah Saw. menjawab: Manusia sedang sibuk, tiap-tiap orang dari mereka di hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkan dirinya.

Ditinjau dari segi jalurnya hadis ini garib sekali. Dan hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Ammar alias Al-Husain ibnu Hurayyis Al-Marwazi, dari Al-Fadl ibnu Musa dengan sanad yang sama.

Akan tetapi, Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa Aiz ibnu Syuraih orangnya daif dan hadisnya mengandung kelemahan.

*******************

Firman Allah Swt.:

(وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ * ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ)

Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria. ('Abasa: 38-39).

Yakni manusia dihari itu ada dua golongan, ada yang muka mereka berseri-seri (bercahaya).

(ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ)

tertawa dan gembira-ria. ('Abasa: 39)

Yaitu gembira senang yang telah menguasai hati mereka, yang hal tersebut dapat terlihat melalui roman muka mereka yang berseri-seri; mereka ini adalah golongan ahli surga.

(وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ * تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ)

dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. ('Abasa: 40-41)

Roman muka mereka tampak kelabu sehingga kelihatannya hitam.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سَهْلِ بْنِ عُثْمَانَ الْعَسْكَرِيِّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَلِيٍّ مُحَمَّدٌ مَوْلَى جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُلْجِمُ الكافرَ العرقُ ثُمَّ تَقَعُ الغُبْرة عَلَى وُجُوهِهِمْ". قَالَ: فَهُوَ قَوْلُهُ: (وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abu Ali alias Muhammad maula Ja'far ibnu Muhammad, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang kafir dikekang oleh keringatnya, kemudian kegelapan menutupi roman muka mereka. Kemudian beliau Saw. bersabda, bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt: dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu. ('Abasa: 40)

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan ditutup lagi oleh kegelapan. ('Abasa: 41) Yakni warna hitam menutupi roman muka mereka.

Firman Allah Swt.:

(أُولَئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ)

Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. ('Abasa: 42)

Yaitu orang-orang yang hatinya kafir dan durhaka dalam amal perbuatannya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلا يَلِدُوا إِلَّا فاجِراً كَفَّاراً

dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat durhaka lagi kafir. (Nuh: 27)

آخِرُ تفسير سورة "عبس" ولله الحمد والمنة.

Komentar