-->

Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Insyiqaq, ayat 1- 25

 إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ (1) وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ (2) وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ (3) وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ (4) وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ (5) يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ (6) فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (7) فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (8) وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا (9) وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ (10) فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا (11) وَيَصْلَى سَعِيرًا (12) إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا (13) إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ (14) بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيرًا (15)

Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya). Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak,   "Celakalah aku.” Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya.

Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Insyiqaq, ayat 1- 25


Firman Allah Swt:

{إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ}

Apabila langit terbelah. (Al-Insyiqaq: 1)

Yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.

{وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا}

dan patuh kepada Tuhannya. (Al-Insyiqaq: 2)

Yakni tunduk dan patuh kepada perintah Tuhannya yang memerintahkan kepadanya untuk terbelah. Yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.

{وَحُقَّتْ}

dan sudah semestinya langit itu patuh. (Al-Insyiqaq: 2)

Sudah seharusnya langit patuh kepada perintah-Nya, karena Dia Mahabesar, tidak dapat dicegah dan tidak dapat dihalangi apa yang dikehendaki-Nya, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu, dan segala sesuatu tunduk patuh kepada-Nya. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:

{وَإِذَا الأرْضُ مُدَّتْ}

dan apabila bumi diratakan. (Al-Insyiqaq: 3)

Yakni digelarkan, dihamparkan, dan diluaskan.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا ابْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يومُ الْقِيَامَةِ مَدَّ اللَّهُ الْأَرْضَ مَدَّ الْأَدِيمِ حَتَّى لَا يَكُونَ لِبَشَرٍ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَوْضِعَ قَدَمَيْهِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُدْعَى، وَجِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ، وَاللَّهِ مَا رَآهُ قَبْلَهَا، فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، إِنَّ هَذَا أَخْبَرَنِي أَنَّكَ أَرْسَلْتَهُ إِلَيَّ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: صَدَقَ. ثُمَّ أُشَفَّعُ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، عِبَادُكَ عَبَدُوكَ فِي أَطْرَافِ الْأَرْضِ. قَالَ: وَهُوَ الْمَقَامُ الْمَحْمُودُ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat terjadi, Allah menghamparkan bumi menjadi rata seperti selembar kulit dihamparkan, sehingga tiada tempat lagi bagi seorang manusia kecuali hanya tempat bagi kedua telapakkakinya (karena semua makhluk pada hari itu telah dibangkitkan). Maka aku adalah orang yang mula-mula dipanggil, sedangkan Jibril berada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah. Demi Allah, aku belum pernah melihat-Nya sebelum itu, dan aku berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya malaikat ini (Jibril) telah memberitakan kepadaku bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku.” Allah Swt. berfirman, "Dia benar.” Kemudian aku memohon syafaat dan aku katakan, "Ya Tuhanku, tolonglah hamba-hamba-Mu yang menyembah-Mu di berbagai penjuru bumi.”

Ali ibnul Husain menjelaskan, bahwa itulah yang dimaksud dengan Al-Maqamul Mahmud (kedudukan yang terpuji).

Firman Allah Swt.

{وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ}

dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. (Al-Insyiqaq: 4)

Bumi mengeluarkan semua mayat yang ada di dalam perutnya sehingga bumi kosong dari mereka; menurut Mujahid, Sa'id, dan Qatadah.

{وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ}

dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh. (Al-Insyiqaq: 5)

Penjelasannya sama dengan ayat yang kedua di atas.

Firman Allah Swt.:

{يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا}

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuinya. (Al-Insyiqaq: 6)

Yaitu sesungguhnya kamu telah berupaya dan beramal untuk menuju Tuhanmu dengan sebenar-benarnya, kemudian sesungguhnya kamu bakal menjumpai balasannya—apakah baik atau buruk— sesuai dengan amal perbuatanmu.

Pengertian ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"قَالَ جِبْرِيلُ: يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحَبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُلَاقِيهِ"

Jibril berkata, "Hai Muhammad, hiduplah kamu sesukamu, maka sesungguhnya kamu bakal mati. Dan sukailah apa yang engkau inginkan, maka sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Dan beramallah sesukamu, maka sesungguhnya kamu akan menjumpai (balasan)nya.”

Tetapi di antara ulama ada yang mengembalikan damir yang terdapat pada firman-Nya, "Famulaqiyah" kepada Rabbika, yang artinya: maka kamu akan menjumpai Tuhanmu, lalu Dia akan membalas semua amal perbuatanmu dan memberimu imbalan atas jerih payahmu. Dengan demikian, berarti kedua pendapat saling berkaitan.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu. (Al-Insyiqaq: 6) Yakni engkau pasti beramal dan akan menghadap kepada Allah dengan membawa amalmu yang baik atau yang buruk.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu (Al-Insyiqaq: 6) Sesungguhnya jerih payahmu, hai anak Adam, benar-benar lemah. Maka barang siapa yang menginginkan jerih payahnya dicurahkan untuk ketaatan kepada Allah, hendaklah ia melakukannya, dan tiada kekuatan baginya untuk mengerjakan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah.

Kemudian Allah Swt. berfirman:

{فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا}

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. (Al-Insyiqaq: 7-8)

Yaitu perhitungan yang mudah, tiada kesulitan. Dengan kata lain, tidak dilakukan secara detail semua amal perbuatannya, karena sesungguhnya orang yang diperiksa dengan pemeriksaan yang teliti dan ketat pasti akan binasa.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ نُوِقش الْحِسَابَ عُذِّب". قَالَتْ: فَقُلْتُ: أَلَيْسَ قَالَ اللَّهُ: {فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا} ؟ ، قَالَ: "لَيْسَ ذَاكَ بِالْحِسَابِ وَلَكِنَّ ذَلِكَ العَرْض، مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عُذِّبَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abdullah ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diperiksa dengan teliti dalam hisab, berarti ia disiksa. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah' (Al-Insyiqaq: 8)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu bukanlah pemeriksaan, tetapi pemeriksaan yang sebenarnya ialah orang yang diteliti dalam pemeriksaannya di hari kiamat, maka ia pasti disiksa.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai, dan Ibnu Jarir melalui hadis Ayyub As-Sukhtiyani dengan sanad yang sama.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا رَوحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الخَرَاز، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أنه لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مُعَذَّبًا". فَقُلْتُ: أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ: {فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا} ؟ ، قَالَ: "ذَاكَ الْعَرْضُ، إِنَّهُ مَنْ نُوِقش الْحِسَابَ عُذب"، وَقَالَ بِيَدِهِ عَلَى إِصْبَعِهِ كَأَنَّهُ يَنكُتُ.

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu 'Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Khazzaz, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah r.a. yang berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya tiada seorang pun yang dihisab pada hari kiamat melainkan disiksa. Lalu aku (Aisyah) bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah' (Al-Insyiqaq: 8)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu hanyalah pemeriksaan biasa, sesungguhnya orang yang diteliti dalam pemeriksaannya, pasti ia disiksa. Lalu Nabi Saw. mengisyaratkan dengan jari telunjuknya seakan-akan seperti sedang menotok.

Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula dari Amr ibnu Ali, dari Ibnu Abu Addi, dari Abu Yunus Al-Qusyairi, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Al-Qasim, dari Aisyah, lalu disebutkan hadis yang semisal. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Abu Yunus Al-Qusyairi yang nama aslinya Hatim ibnu Abu Sagirah dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, telah menceritakan kepada kami Muslim, dari Al-Harisy ibnul Khirrit saudara lelaki Az-Zubair, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa barang siapa yang dihisab dengan teliti, berarti dia disiksa. Ibnu Abu Mulaikah mengatakan bahwa kemudian Aisyah mengatakan bahwa sesungguhnya pemeriksaan yang ringan itu tiada lain hanyalah dihadapkan kepada Allah dan Allah berhadap-hadapan dengan mereka.

قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ: "اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا". فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ؟ قَالَ: "أَنْ يَنْظُرَ فِي كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزُ لَهُ عَنْهُ، إِنَّهُ مَنْ نُوِقش الحسابَ يَا عائشةُ يَوْمَئِذٍ هَلَكَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abdul Wahid ibnu Hamzah ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari Abbad ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. dalam salah satu salatnya mengucapkan doa berikut: Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah. Setelah beliau selesai dari salatnya, aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan hisab yang mudah?" Rasulullah Saw. menjawab: Ia melihat kepada kitab catatan amal perbuatannya, lalu Allah memaafkan kesalahan yang tercatat di dalamnya. Hai Aisyah, sesungguhnya orang yang diteliti dalam hisabnya di hari itu pasti binasa.

Hadis ini sahih, tetapi dengan syarat Muslim.

*******************

Firman Allah Swt:

{وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا}

dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. (Al-Insyiqaq: 9)

Yakni kemudian dia kembali kepada keluarganya di dalam surga. Demikianlah menurut Qatadah dan Ad-Dahhak, bahwa masruran artinya gembira dan senang karena pahala yang diberikan oleh Allah Swt.

Imam Tabrani telah meriwayatkan dari Sauban maula Rasulullah Saw., bahwa beliau pernah bersabda,

إِنَّكُمْ تَعْمَلُونَ أَعْمَالًا لَا تُعْرَفُ، وَيُوشِكُ الْعَازِبُ أَنْ يَثُوبَ إِلَى أَهْلِهِ، فَمَسْرُورٌ ومكظوم

"Sesungguhnya kalian mengerjakan banyak amal perbuatan yang tidak kamu kenali, dan tidak berapa lama kemudian orang yang bersangkutan kembali kepada keluarganya, adakalanya dalam keadaan gembira atau dalam keadaan bermuram durja."

Firman Allah Swt.

{وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ}

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari arah belakangnya. (Al-Insyiqaq: 10)

Yaitu dengan tangan kirinya dari arah belakang, dengan menjulurkan tangan kirinya ke arah belakang, lalu menerima kitabnya.

{فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا}

maka dia akan berteriak,  "Celakalah aku." (Al-Insyiqaq: 11)

Artinya, merugi dan binasa.

{وَيَصْلَى سَعِيرًا إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا}

Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguh dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). (Al-Insyiqaq: 12-13)

Yakni bergembira ria, tidak memikirkan akibat dari amal perbuatannya, dan tidak takut kepada hari kemudian. Maka Allah menghukum kegembiraan yang sebentar itu dengan kesedihan yang panjang.

{إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ}

Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Al-Insyiqaq: 14)

Maksudnya, dia meyakini bahwa tidak akan kembali kepada Allah dan Allah tidak akan menghidupkannya kembali sesudah matinya. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Qatadah, dan selain keduanya. Al-hur artinya kembali. Maka Allah menyanggah keyakinan mereka itu melalui firman berikutnya:

{بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيرًا}

(Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. (Al-Insyiqaq: 15)

Yaitu tidak demikian, sebenarnya Allah akan mengembalikannya menjadi hidup seperti kejadian semula dan Allah akan membalas semua amal perbuatannya yang baik dan yang buruknya. Karena sesungguhnya Dia Maha Melihat dia, yakni Maha Mengetahui lagi Maha Mengenalnya.

فَلَا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ (16) وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ (17) وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ (18) لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ (19) فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (20) وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ (21) بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ (22) وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ (23) فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (24) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (25)

Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan bulan apabila jadi purnama, sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya). Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka). Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.

Telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Ubadah ibnusSamit, Abu Hurairah, Syaddad ibnu Aus, Ibnu Umar, Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, Mak-hul, Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani, Bukair ibnul Asyaj, Malik, Ibnu Abu Zaib, dan Abdul Aziz ibnu Abu Salamah Al-Majisyun, bahwa mereka telah mengatakan asy-syafaq artinya mega yang berwarna merah.

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar ibnu Khaisam, dari Ibnu Labibah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa asy-syafaq artinya cahaya putih, juga berarti merahnya warna cakrawala yang adakalanya hal ini terjadi sebelum mentari terbit —seperti yang dikatakan Mujahid— dan adakalanya sesudah tenggelamnya matahari, sebagaimana yang dikenal di kalangan ahli bahasa.

Al-Khalil ibnu Ahmad mengatakan bahwa asy-syafaq artinya cahaya merah yang terjadi mulai dari tenggelamnya mentari sampai waktu isya. Apabila cahaya merah itu lenyap, maka dikatakan gabasy syafaqu, artinya telah lenyap cahaya merah itu.

Al-Jauhari mengatakan bahwa asy-syafaq adalah sisa cahaya mentari yang berwarna merah pada permulaan malam sampai waktu malam dekat isya. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, bahwa asy-syafaq adalah warna merah yang ada antara waktu magrib sampai dengan waktu isya,

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abdullah Ibnu Amr, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:

"وَقْتُ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ"

Waktu magrib itu selama mega merah belum tenggelam (belum lenyap).

Semuanya itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan asy-syafaq adalah seperti yang dikatakan oleh Al-Jauhari dan Al-Khalil.

Tetapi menurut riwayat yang sahih dari Mujahid, disebutkan bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja. (Al-Insyiqaq: 16), Bahwa makna yang dimaksud adalah seluruh siang hari. Dan menurut riwayat lain yang juga bersumber darinya, asy-syafaq adalah matahari. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Dan sesungguhnya hal yang mendorong Mujahid mengatakan demikian tiada lain karena ia membandingkan dengan firman-Nya: dan dengan malam dan apa yang diselubunginya. (Al-Insyiqaq: 17)

Yakni dia bermaksud menggabungkan keduanya, seakan-akan menurutnya Allah bersumpah dengan menyebut cahaya dan kegelapan.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut siang hari yang pergi dan malam hari yang datang.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya menyebut asy-syafaq sebagai nama merah dan putih, dan mereka mengatakan bahwa lafaz asy-syafaq termasuk lafaz yang mempunyai dua makna yang bertentangan.

Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Wama wasaq" bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan apa yang dihimpunkannya'.

Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan bintang-bintang dan hewan-hewan yang dihimpunkannya'. Ibnu Abbas berkata demikian dengan berdalilkan ucapan seorang penyair yang mengatakan dalam suatu bait syairnya, "Dalam keadaan terhimpunkan seandainya mereka menemukan penggembalanya."

Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dengan malam dan apa yang diselubunginya. (Al-Insyiqaq: 17) Yaitu apa yang dihimpunkannya karena kegelapannya; apabila malam hari tiba, maka semua makhluk berpulang ke tempat tinggalnya masing-masing.

*******************

Firman Allah Swt:

{وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ}

dan dengan bulan apabila jadi purnama. (Al-Insyiqaq: 18)

apabila kelihatan bundar, menurut Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Masruq, Abu Saleh, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.

{وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ}

dan dengan bulan apabila jadi purnama. (Al-Insyiqaq: 18)

Maksudnya, apabila sempurna bulatnya. Al-Hasan mengatakan, apabila bulat penuh. Qatadah mengatakan, apabila bundar. Makna pendapat mereka menyimpulkan apabila bulan itu sempurna cahayanya, yaitu malam purnama, yang hal ini dijadikan sebagai lawan kata dari malam yang apabila gelap gulita.

Firman Allah Swt.:

{لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ}

sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnun Nadr, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni keadaan demi keadaan. Lalu Ibnu Abbas mengatakan bahwa demikianlah (menurut) Nabi kalian. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan lafaz yang sama.

Dan ini mengandung takwil bahwa Ibnu Abbas menyandarkan tafsir ini kepada Nabi Saw., seakan-akan dia mengatakan bahwa aku telah mendengarnya dari Nabi kalian. Dengan demikian, berarti lafaz nabiyyukum di-rafa'-kan menjadi fa'il dari lafaz Qala; dan inilah penjelasan yang lebih terang; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui, seperti juga yang dikatakan oleh sahabat Anas, "Tiada suatu tahun pun datang melainkan tahun yang berikutnya lebih buruk darinya, aku telah mendengarnya dari Nabi kalian."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Mujahid, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa menurut Nabi kalian artinya 'keadaan demi keadaan'; demikianlah bunyi teks riwayat Ibnu Jarir.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu keadaan demi keadaan atau fase demi fase. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Murrah, At-Tayyib, Mujahid, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Masruq, dan Abu Saleh.

Dapat pula ditakwilkan bahwa yang dimaksud oleh firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni keadaan demi keadaan. Lalu disebutkan bahwa orang yang dimaksud adalah Nabi kalian sendiri. Dengan demikian, berarti lafaz nabiyyukum di-rafa '-kan dengan ketentuan bahwa haza dan nabiyyukum merupakan mubtada dan khabar; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.

Barangkali hal inilah yang segera tertangkap ke dalam pengertian kebanyakan para perawi, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Daud At-Tayalisi dan Gundar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yang dimaksud dengan lawan bicara adalah Muhammad Saw. Dan hal ini diperkuat dengan adanya qiraat Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan sebagian besar ulama Mekah dan Kufah dengan bacaan latarkabanna dengan memakai harakat fathah pada ta dan ba-nya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ismail, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa makna yang dimaksud ialah 'hai Muhammad, engkau akan menaiki langit demi langit'.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari IbnuMas'ud, Masruq, dan Abul Aliyah: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Artinya, langit demi langit. Menurut hemat penulis, mereka bermaksud dengannya ialah malam Isra.

Abu Ishaq dan As-Saddi telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat (Al-Insyiqaq: 19) Yakni kedudukan demi kedudukan. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, tetapi ditambahkan urusan demi urusan dan keadaan demi keadaan.

Tetapi As-Saddi sendiri telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu amal perbuatan orang-orang terdahulu kedudukan demi kedudukan.

Menurut hemat penulis, dapat dikatakan bahwa seakan-akan As-Saddi bermaksud dengan makna hadis sahih yang mengatakan:

"لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَذْو القُذَّة بالقُذَّة، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحر ضَبِّ لَدَخَلْتُمُوهُ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: "فَمَنْ؟ "  وَهَذَا مُحْتَمَلٌ.

Sesungguhnya kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kalian setapak demi setapak; seandainya mereka memasuki Liang biyawak, tentulah kalian pun memasukinya. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani." Rasulullah Saw. bersabda, "Lalu siapa lagi (kalau bukan mereka)?" Maksudnya dalam hal berpecah belah menjadi beberapa golongan.

Dan pengertian ini dapat juga dijadikan sebagai takwil ayat.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir, bahwa ia pernah mendengar Makhul mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19), Bahwa setiap dua puluh tahun kalian membuat suatu perkara yang belum pernah kalian alami.

Al-A'masy mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, bahwa Abdullah telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni langit itu terbelah, kemudian kelihatan memerah, dan selanjutnya berubah dari suatu warna ke warna yang lain.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Wahb, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa langit itu sesekali kelihatan seperti kilapan minyak dan sesekali terbelah.

Al-Bazzar telah meriwayatkan melalui Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) hai Muhammad, yakni keadaan demi keadaan. Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas.

Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa suatu kaum yang dahulunya ketika di dunia kelihatan rendah, kemudian di akhirat mereka kelihatan menjadi tinggi, dan kaum lainnya yang ketika di dunia kelihatan hidup terhormat, kemudian di akhirat mereka kelihatan rendah.

Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu tahap demi tahap dari masa menyusu, kemudian masa disapih. dari masa muda menjadi masa tua.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni keadaan demi keadaan, makmur sesudah sengsara, dan sengsara sesudah makmur; kaya sesudah miskin, dan miskin sesudah kaya; sehat sesudah sakit dan sakit sesudah sehat.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَاهِرٍ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ عَمْرِو بْنِ شَمِر، عَنْ جَابِرٍ-هُوَ الْجُعْفِيُّ-عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ ابْنَ آدَمَ لَفِي غَفْلَةٍ مِمَّا خُلِقَ لَهُ؛ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ خَلْقَهُ قَالَ لِلْمَلِكِ: اكْتُبْ رِزْقَهُ، اكْتُبْ أَجَلَهُ، اكْتُبْ أَثَرَهُ، اكْتُبْ شَقِيًّا أَوْ سَعِيدًا، ثُمَّ يَرْتَفِعُ ذَلِكَ الْمَلَكُ وَيَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكا آخَرَ فَيَحْفَظُهُ حَتَّى يُدْرِكَ، ثُمَّ يَرْتَفِعُ ذَلِكَ الْمَلَكُ، ثُمَّ يُوكِلُ اللَّهُ بِهِ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ حَسَنَاتِهِ وَسَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا حَضَره الموتُ ارْتَفَعَ ذَانِكَ الْمَلَكَانِ، وَجَاءَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَقَبَضَ رُوحَهُ، فَإِذَا دَخَلَ قَبْرَهُ رَدَّ الرُّوحَ فِي جَسَدِهِ، ثُمَّ ارْتَفَعَ مَلَكُ الْمَوْتِ، وَجَاءَهُ مَلَكا الْقَبْرِ فَامْتَحَنَاهُ، ثُمَّ يَرْتَفِعَانِ، فَإِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ انْحَطَّ عَلَيْهِ مَلَكُ الْحَسَنَاتِ وَمَلَكُ السَّيِّئَاتِ، فَانْتَشَطَا كِتَابًا مَعْقُودًا فِي عُنُقِهِ، ثُمَّ حَضَرَا مَعَهُ: واحدٌ سَائِقًا وَآخَرُ شَهِيدًا"، ثُمَّ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا} [ق:22] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ} قَالَ: "حَالًا بَعْدَ حَالٍ". ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ قُدَّامَكُمْ لَأَمْرًا عَظِيمًا لَا تَقدرُونه، فَاسْتَعِينُوا بِاللَّهِ الْعَظِيمِ"

Ibnu Abu Hatim menyebutkan dari Abdullah ibnu Zahir, bahwa telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Amr ibnu Syamir, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Muhammad ibnu Ali, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya anak Adam itu benar-benar dalam kelalaian dari kewajiban yang ia ciptakan untuknya. Sesungguhnya Allah Swt. apabila hendak menciptakannya berfirman kepada malaikat, "Tulislah rezekinya, tulislah ajalnya, tulislah jejaknya, tulislah apakah dia orang yang celaka ataukah orang yang bahagia.” Kemudian malaikat itu naik. Dan Allah mengutus kepadanya malaikat lain yang ditugaskan-Nya untuk menjaganya hingga ia lahir, kemudian malaikat itu naik. Dan Allah menugaskan kepadanya dua malaikat yang akan mencatat semua kebaikan dan keburukannya, maka apabila ia didatangi oleh ajalnya, kedua malaikat itu naik. Lalu datanglah kepadanya malaikat maut dan mencabut rohnya. Apabila ia telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka rohnya dikembalikan ke jasadnya, setelah itu malaikat maut naik. Lalu ia didatangi oleh dua malaikat kubur yang mengujinya, setelah itu keduanya naik. Maka apabila hari kiamat tiba, turunlah kepadanya malaikat pencatat kebaikan dan malaikat pencatat keburukan, lalu keduanya mengambil kitab catatannya masing-masing yang ada pada leher orang yang bersangkutan, kemudian keduanya hadir bersamanya, yang satu menggiringnya dan yang satu lagi menjadi saksinya. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini" (Qaf: 22). Rasulullah Saw. membaca firman-Nya:  sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Kemudian beliau Saw. bersabda: Keadaan demi keadaan. Kemudian Nabi Saw. bersabda lagi: Sesungguhnya di hadapan kalian benar-benar terdapat urusan yang besar yang kalian tidak akan mampu menanggulanginya, maka mintalah pertolongan kepada Allah Yang Mahaagung.

Hadis ini munkar, sanadnya terdapat orang-orang yang berpredikat daif, tetapi maknanya sahih; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.

Kemudian Ibnu Jarir sesudah mengemukakan pendapat semua ulama ahli qurra dan ahli tafsir sehubungan dengan makna ayat ini mengatakan bahwa takwil yang benar adalah pendapat orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya kamu Muhammad akan melalui keadaan demi keadaan, dan urusan demi urusan yang berat-berat. Makna yang dimaksud sekalipun Khitab-nya hanya ditujukan kepada Rasulullah Saw., tetapi pengertiannya mencakup semua manusia. Bahwa mereka di hari kiamat akan mengalami banyak penderitaan karena menghadapi keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwanya yang amat menakutkan.

*******************

Firman Allah Swt.:

{فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ}

Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud. (Al-Insyiqaq: 20-21)

Yakni apakah yang menghalang-halangi mereka untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari kemudian, dan mengapa mereka apabila dibacakan kepada mereka Al-Qur'an yang merupakan ayat-ayat dan kalam Allah, lalu mereka tidak mau bersujud menghormati dan mengagungkan-Nya?

Firman Allah Swt.:

{بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ}

bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya). (Al-Insyiqaq: 22)

Yaitu sudah menjadi watak mereka mendustakan kebenaran, mengingkari dan menentangnya.

{وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ}

Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka). (Al-Insyiqaq: 23)

Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati mereka.

{فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}

Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. (Al-Insyiqaq: 24)

Yakni maka beritakanlah kepada mereka, hai Muhammad, bahwa Allah Swt. telah menyediakan bagi mereka azab yang pedih.

Firman Allah Swt.:

{إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}

Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Insyiqaq: 25)

Ini merupakan isti'sna munqati, yakni tetapi orang-orang yang hatinya beriman. dan beramal saleh. (Al-Insyiqaq: 25) dengan seluruh anggota tubuhnya. bagi mereka pahala. (Al-Insyiqaq: 25) Yaitu di hari kemudian di akhirat.

{غَيْرُ مَمْنُونٍ}

yang tidak putus-putusnya. (Al-Insyiqaq: 25)

Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi. Mujahid dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak terhitung banyaknya. Kesimpulan dari kedua pendapat menunjuk-kan bahwa pahala yang diterima oleh mereka di negeri akhirat tidak putus-putusnya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

عَطاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ

sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (Hud: 108)

As-Saddi mengatakan bahwa sebagian ulama mengatakan sehubungan dengan makna gairu mamnun ini, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi. Sebagian yang lain menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah pahala yang tidak dikaruniakan kepada mereka. Tetapi pendapat yang terakhir ini yang berasal dari sebagian ulama banyak disanggah oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama. Karena sesungguhnya Allah Swt. itu memberikan karunia-Nya kepada ahli surga dalam semua keadaan, saat, dan detik mereka. Dan sesungguhnya mereka dimasukkan ke dalam surga oleh Allah Swt. hanyalah semata-mata berkat karunia dan rahmat-Nya, bukan karena amal perbuatan yang telah mereka kerjakan. Maka Dia berhak memberikan karunia-Nya kepada mereka selama-lamanya. Dan segala puji hanyalah bagi Allah semata selama-lamanya. Karena itulah mereka (ahli surga) diberi ilham untuk bertasbih dan bertahmid kepada-Nya, sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas. Dan akhir doa mereka ialah; "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."

Demikianlah akhir dari tafsir surat Al-Insyiqaq dengan memanjatkan puja dan puji kepada-Nya atas segala karunia-Nya, dan hanya kepada-Nya kita memohon taufik dan pertolongan.

Komentar