وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (6)
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aqil, Ibnu Majah menambahkan dari Abdur Rahman ibnu Bisyr, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Waqid, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Yazid ibnu Abu Sa'id An-Nahwi maula Quraisy, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, orang-orang Madinah terkenal dengan kecurangannya dalam hal takaran. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Al-Muthaffifin: 1) Setelah itu mereka menjadi orang-orang,yang baik dalam menggunakan takaran.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, tclah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Nadr ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, dari Al-A'masy. dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Haris, dari Hilal ibnu Talq yang mengatakan bahwa ketika aku sedang berjalan bersama Ibnu Umar. maka aku bertanya, "'Siapakah manusia yang paling baik dan paling memenuhi dalam memakai takaran, penduduk Mekah ataukah penduduk Madinah?*' Ibnu Umar menjawab.”Sudah seharusnya bagi mereka berbuat demikian. tidakkah engkau telah mendengar firman-Nya: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang" (Al-Muthaffifin: 1).'"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Sa’ib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail. dari Dirar, dari Abdullah Al-Maktab, dari seorang lelaki, dari Abdullah yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki berkata kepadanya, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya penduduk Madinah benar-benar memenuhi takaran mereka." Abdullah menjawab, "Lalu apakah yang mencegah mereka untuk tidak memenuhi takaran, sedangkan Allah Swt. telah berfirman: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang" (Al-Muthaffifin: 1).'sampai dengan firman-Nya: '(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam' (Al-Muthaffifin: 6)
Makna yang dimaksud dengan tatfif di sini ialah curang dalam memakai takaran dan timbangan, yang adakalanya meminta tambah bila menagih orang lain, atau dengan cara mengurangi bila ia membayar kepada mereka. Untuk itulah maka dalam firman berikutnya dijelaskan siapa saja mereka yang diancam akan mendapat kerugian dan kecelakaan yang besar, yaitu:
{الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ}
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. (Al-Muthaffifin: 2)
Yakni bila mereka menerima takaran dari orang lain, maka mereka meminta supaya dipenuhi dan diberi tambahan.
{وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ}
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (Al-Muthaffifin: 3)
Yaitu merugikan orang lain dengan menguranginya.
Hal yang terbaik dalam meng-i'rab ayat ini hendaknya lafaz kalu dan wazanu dianggap sebagai fi'il (kata kerja) yang muta'addi. Dengan demikian, berarti damir hum berkedudukan dalam mahal nasab sebagai maf’ul-nya. Tetapi sebagian ulama Nahwu menjadikan damir tersebut sebagai taukid dari damir yang tidak disebutkan dalam lafaz kalu dan wazanu , sedangkan maf'ul-nya dibuang karena sudah dapat dimaklumi dari konteksnya. Keduanya mempunyai makna yang berdekatan.
Allah Swt. telah memerintahkan kepada manusia untuk memenuhi takaran dan timbangan dengan jujur. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Dan sempurnakanlah takaran apabila kalian menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itilah yang lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya. (Al-Isra: 35)
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَها
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152)
Dan firman Allah Swt.:
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلا تُخْسِرُوا الْمِيزانَ
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. (Ar-Rahman: 9)
Dan Allah Swt. telah membinasakan kaum Syu'aib dan menghancurkannya disebabkan mereka curang terhadap orang lain dalam melakukan takaran dan timbangan.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ}
Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. (Al-Muthaffifin: 4-5)
Mereka sama sekali tidak takut kepada hari berbangkit, yang di hari itu mereka akan diberdirikan di hadapan Tuhan Yang Mengetahui semua isi dan rahasia, untuk dimintai pertanggungjawabannya, yaitu di hari yang menakutkan karena banyak peristiwa yang dahsyat terjadi di hari itu lagi sangat mengerikan. Barang siapa yang merugi di hari itu, maka dimasukkanlah ia ke dalam neraka yang panas.
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Muthaffifin: 6)
Yakni mereka berdiri dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan di tempat pemberhentian yang amat sulit, sesak, lagi menyengsarakan bagi orang yang durhaka, karena mereka diselimuti oleh murka Allah yang tiada suatu kekuatan pun atau panca indra pun yang mampu bertahan terhadapnya.
قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ: عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " {يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ} حَتَّى يَغِيبَ أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ".
Imam Malik telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: di hari (ketika) manusia berdiri di hadapan Tuhan semesta alam, sehingga seseorang dari mereka tenggelam ke dalam keringatnya sampai sebatas pertengahan hidungnya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik dan Abdullah ibnu Aun, keduanya dari Nafi' dengan sanad yang sama. Imam Muslim telah meriwayatkannya melalui dua jalur pula.
Demikian pula hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ayyub ibnu Yahya, Saleh ibnu Kaisan, dan Abdullah serta Ubaidillah (keduanya putra Umar), dan Muhammad ibnu Ishaq, dari Nafi', dari Ibnu Umar dengan sanad yang sama.
Lafaz Imam Ahmad menyebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ::" {يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ} لعظَمة الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، حَتَّى إِنَّ العرقَ ليُلجِمُ الرجالَ إِلَى أَنْصَافِ آذَانِهِمْ"
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ishaq, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Di hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam, kelak di hari kiamat, karena kebesaran Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga sesungguhnya keringat benar-benar menenggelamkan orang-orang sampai batas pertengahan telinga mereka.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنِي الْمِقْدَادُ-يَعْنِي ابْنَ الْأَسْوَدِ الْكِنْدِيَّ-قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا كَانَ يومُ الْقِيَامَةِ أدنِيَت الشَّمْسُ مِنَ الْعِبَادِ، حَتَّى تَكُونَ قيدَ مِيلٍ أَوْ مِيلَيْنِ، قَالَ: فَتُصْهِرُهُمُ الشَّمْسُ، فَيَكُونُونَ فِي العَرق كقَدْر أَعْمَالِهِمْ، مِنْهُمْ مَنْ يَأْخُذُهُ إِلَى عَقِبيه، وَمِنْهُمْ مَنْ يَأْخُذُهُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَأْخُذُهُ إِلَى حَقْوَيه، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ إِلْجَامًا".
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku Sulaim ibnu Amir, telah menceritakan kepadakii Al-Miqdad ibnul Aswad Al-Kindi' yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila hari kiamat terjadi, matahari didekatkan kepada semua hamba sampai jarak satu atau dua mil. Sinar matahari memanggang mereka, maka keringat mereka sesuai dengan kadar amal perbuatan masing-masing. Di antara mereka ada yang keringatnya hanya sampai kedua mata kakinya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada kedua lututnya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada pinggangnya, dan di antara mereka ada yang benar-benar ditenggelamkan oleh keringatnya.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Al-Hakam ibnu Musa, dari Yahya ibnu Hamzah, sedangkan Imam Turmuzi dari Suwaid, dari Ibnul Mubarak; keduanya dari Ibnu Jabir dengan sanad yang sama.
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سَوَّار، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عن معاوية ابن صَالِحٍ: أَنَّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَدْنُو الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى قَدْرِ مِيلٍ، وَيُزَادُ فِي حَرِّهَا كَذَا وَكَذَا، تَغْلِي مِنْهَا الْهَوَامُّ كَمَا تَغْلِي الْقُدُورُ، يُعرَقون فِيهَا عَلَى قَدْرِ خَطَايَاهُمْ، مِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى سَاقَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى وَسَطِهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Al-Lais ibnu Sa'd dari Mu'awiyah ibnu Saleh, bahwa Abu Abdur Rahman pernah menceritakan kepadanya dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Matahari didekatkan kelak di hari kiamat sampai jaraknya hanya satu mil (tingginya), dan panasnya ditambah sebanyak sekian kali lipat, hingga membuat kepala mendidih karenanya, sebagaimana panci (yang berisikan air) mendidih; dan mereka berkeringat karenanya sesuai dengan kadar dosa-dosa mereka. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada kedua mata kakinya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada kedua betisnya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pertengahan tubuhnya, dan di antara mereka ada yang terbenam dalam keringatnya.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (tunggal).
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا أَبُو عُشَّانة حَي بْنُ يُؤمِنُ، أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ: سمعتُ رَسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "تَدْنُو الشَّمْسُ مِنَ الْأَرْضِ فَيَعْرَقُ النَّاسُ، فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَبْلُغُ عَرَقُهُ عَقِبيه، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ العَجُز، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ الْخَاصِرَةَ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ مَنْكِبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ وَسَطَ فِيهِ-وَأَشَارَ بِيَدِهِ فَأَلْجَمَهَا فَاهُ، رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشِيرُ هَكَذَا-وَمِنْهُمْ مَنْ يُغَطِّيهِ عَرَقُهُ". وَضَرَبَ بِيَدِهِ إِشَارَةً.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Usyanah alias Hay ibnu Mu’min; ia telah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Matahari mendekat ke bumi, maka manusia berkeringat; di antara mereka ada yang keringatnya sampai batas kedua mata kakinya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai ke pertengahan betisnya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada kedua lututnya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai ke pantatnya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada pinggangnya, di antara mereka ada yang keringatnya sampai pada kedua pundaknya, dan di antara mereka ada yang keringatnya mencapai pertengahan mulutnya —Uqbah mengisyaratkan ke mulutnya, lalu mencocoknya seraya mengatakan bahwa aku melihat Rasulullah Saw. mengisyaratkan demikian dengan tangannya—, dan di antara mereka ada yang tenggelam oleh keringatnya. Uqbah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan seseorang tenggelam.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara nmnfarid.
Di dalam hadis lain disebutkan bahwa mereka berdiri selama tujuh puluh tahun tanpa ada yang berbicara. Menurut pendapat yang lainnya, mereka berdiri selama tiga ratus tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi empat puluh ribu tahun, lalu dilakukan peradilan di antara mereka dalam masa yang lamanya sepuluh ribu tahun, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah secara marfu,
"فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ"
Dalam sehari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun (menurut perhitungan kamu).
قَدْ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو عَوْنِ الزِّيَادَيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ عَجْلان، سَمِعْتُ أَبَا يَزِيدَ الْمَدَنِيَّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَشِيرِ الْغِفَارِيِّ: "كَيْفَ أَنْتَ صَانِعٌ فِي يَوْمٍ يَقُومُ النَّاسُ فِيهِ ثَلَاثُمِائَةَ سَنَةٍ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ، مِنْ أَيَّامِ الدُّنْيَا، لَا يَأْتِيهِمْ فِيهِ خَبَرٌ مِنَ السَّمَاءِ وَلَا يُؤْمَرُ فِيهِ بِأَمْرٍ؟ ". قَالَ بَشِيرٌ: الْمُسْتَعَانُ اللَّهُ. قَالَ: "فَإِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ كَرْب يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَسُوءِ الْحِسَابِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Aun Az-Ziyadi, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Aj Ian, bahwa ia pernah mendengar Abu Yazid Al Madani menceritakan hadis berikut dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Basyir Al-Gifari: Apakah yang akan engkau perbuat di hari (ketika) manusia berdiri padanya selama tiga ratus tahun menghadap kepada Tuhan Yang menguasai semesta alam menurut perhitungan hari dunia; tiada suatu berita pun dari langit datang kepada mereka dan tiada suatu keputusan pun yang diperintahkan kepada mereka? Basyir Al-Gifari menjawab, "Hanya kepada Allah-lah kami meminta pertolongan." Nabi Saw. bersabda: Maka apabila kamu telah mengungsi di peraduanmu, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kesusahan di hari kiamat dan hisab yang buruk.
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui jalur Abdus Salam dengan sanad yang sama.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering memohon perlindungan kepada Allah dari sempitnya tempat berdiri di hari kiamat.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa mereka berdiri selama empat puluh tahun seraya mengangkat kepala mereka ke langit, tiada seorang pun yang mengajak mereka bicara, keringat mengekang mereka yang durhaka maupun yang berbakti. Menurut riwayat dari Ibnu Umar, mereka berdiri selama seratus tahun; keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah disebutkan:
مِنْ حَدِيثِ زَيْدِ بْنِ الْحُبَابِ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَنْ أَزْهَرَ بْنِ سَعِيدٍ الْحَوَارِيِّ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ حُمَيْدٍ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْتَتِحُ قِيَامَ اللَّيْلِ: يَكَبِّرُ عَشْرًا، وَيَحْمَدُ عَشْرًا، وَيُسَبِّحُ عَشْرًا، وَيَسْتَغْفِرُ عَشْرًا، وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي". وَيَتَعَوَّذُ مِنْ ضِيقِ الْمَقَامِ يَوْمَ القيامة
melalui hadis Zaid ibnul Habbab, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Azar ibnu Sa'id Al-Hirazi, dari Asim ibnu Humaid, dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah Saw. membuka qiyamul lailnya dengan membaca takbir sepuluh kali, tahmid sepuluh kali, tasbih sepuluh kali, dan istigfar sepuluh kali, kemudian berdo'a: Ya Allah, berilah ampunan bagiku, berilah aku petunjuk, berilah aku rezeki, dan berilah aku kesejahteraan. Lalu beliau berlindung kepada Allah dari sempitnya tempat berdiri di hari kiamat.
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ (7) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ (8) كِتَابٌ مَرْقُومٌ (9) وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ (10) الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (11) وَمَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (12) إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (13) كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14) كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ (15) ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ (16) ثُمَّ يُقَالُ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (17)
Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam Sijjin. Tahukah kamu apakah Sijjin itu? (Ialah) kitab yang bertulis. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa, yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata, "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu.” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.-Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah azab yang dahulu selalu kalian dustakan.”
Firman Allah Swt:
{إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ}
sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam Sijjin. (Al-Muthaffifin: 7)
Yakni tempat kembali dan tempat mereka berpulang adalah ke Sijjin. Lafaz sijjin memakai wazan fa'il berasal dari as-sijn yang artinya kesempitan, sebagaimana dikatakan fasiq, syarib, khamir, dan sakir serta lafaz-lafaz lainnya yang se-wazan. Lalu digambarkan oleh Allah dengan gambaran yang menakutkan lagi mengerikan:
{وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ}
Tahukah kamu apakah Sijjin itu? (Al-Muthaffifin: 8)
Yaitu sesuatu yang sangat menakutkan, penjara yang abadi, dan azab yang menyakitkan. Kemudian di antara ulama ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Sijjin ini adalah tempat yang terletak di bawah perut bumi lapis yang ketujuh.
Dalam penjelasan terdahulu telah disebutkan hadis Al-Barra ibnu Azib dalam hadis yang cukup panjang, bahwa Allah berfirman berkenaan dengan roh orang kafir (kepada malaikat-malaikat pencatat amal perbuatan), "Simpanlah kitab catatan amal perbuatannya di dalam Sijjin ," Sijjin adalah sebuah tempat yang berada di bawah bumi lapis ketujuh. Menurut pendapat yang lain, sijjin adalah sebuah batu besar terletak di bumi lapis ketujuh berwarna hijau. Menurut pendapat yang lainnya adalah nama sebuah sumur di dalam neraka Jahanam.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan sebuah hadis yang garib lagi munkar dan tidak sahih predikatnya. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ وَهْبٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا مسعود بن موسى بن مُشكان الواسطي، حدثنا نَصر بْنُ خُزَيمة الْوَاسِطِيُّ، عَنْ شُعَيْبِ بْنِ صَفْوَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْفَلَقُ: جُبٌّ فِي جَهَنَّمَ مُغَطَّى، وَأَمَّا سِجِّينٌ فَمَفْتُوحٌ"
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Wahb Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Mas'ud ibnu Musa ibnu Miskan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Khuzaimah Al-Wasiti, dari Syu'aib ibnu Safwan, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Al-Falaq adalah sebuah sumur tertutup di dalam neraka Jahanam, sedangkan Sijjin adalah sebuah sumur yang terbuka.
Tetapi pendapat yang sahih menyebutkan bahwa Sijjin diambil dari kata as-sijn yang artinya sempit. Karena sesungguhnya semua makhluk itu manakala rendah, menyempit, dan manakala meninggi, bertambah luas. Dengan kata lain, setiap makhluk yang rendah, bentuknya sempit dan kecil; dan setiap makhluk yang tinggi. maka bentuknya meluas. Dan sesungguhnya ketujuh falak yang ada di atas kita masing-masing darinya lebih luas dan lebih tinggi daripada falak yang berada di bawahnya.
Demikian pula bumi lapis tujuh, masing-masing lapis lebih luas daripada lapisan yang ada di bawahnya, hingga sampai pada lapis yang paling bawah yang makiii menyempit hingga sampai pada pusat pertengahan bumi yang ada di lapis ketujuh. Mengingat tempat kembali orang-orang durhaka (kafir) adalah neraka Jahanam yang merupakan lapisan neraka yang paling dasar, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
ثُمَّ رَدَدْناهُ أَسْفَلَ سافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (At-Tin: 5-6)
Maka disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya: Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang-orang yang durhaka tersimpan dalam Sijjin. Tahukah kamu apakah Sijjin itu? (Al-Mutaffiffn:7-8), yang menghimpunkan antara kesempitan dan kerendahan, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَإِذا أُلْقُوا مِنْها مَكاناً ضَيِّقاً مُقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنالِكَ ثُبُوراً
Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Al-Furqan: 13)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{كِتَابٌ مَرْقُومٌ}
(Ialah) kitab yang bertulis. (Al-Muthaffifin: 9)
Ayat ini bukanlah tafsir atau penjelasan dari firman-Nya: Tahukah kamu apakah Sijjin itu? (Al-Muthaffifin: 8)
Tetapi sesungguhnya ayat ini merupakan penjelasan bagi apa yang dicatatkan bagi mereka menyangkut tempat kembali mereka di Sijjin. Yakni hal itu telah ditulis dan dicatat di dalam sebuah kitab yang telah rampung pencatatannya, tiada seorang pun yang ditambahkan di dalamnya dan tiada pula seorang pun yang dikurangi darinya. Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ}
Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Muthaffifin: 10)
Yakni apabila mereka di hari kiamat telah berada di Sijjin dan azab yang menghinakan seperti apa yang telah diancamkan oleh Allah Swt. terhadap mereka. Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan makna wail dengan keterangan yang tidak perlu diulangi lagi di sini, yang kesimpulannya menyatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kebinasaan dan kehancuran, sebagaimana dikatakan, "Kecelakaan bagi si Fulan."
Dan sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab musnad dan sunan:
مِنْ رِوَايَةِ بَهْز بْنِ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ بْنِ حَيَدة، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّث فَيَكْذِبُ، ليضحِكَ النَّاسَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ"
melalui riwayat Bahz ibnu Hakim ibnu Mu'awiyah ibnu Haidah, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kecelakaan besarlah bagi orang yang dusta dalam bicaranya untuk membuat orang lain tertawa, kecelakaan yang besarlah baginya, kecelakaan yang besarlah baginya.
Kemudian Allah Swt. berfirman, menjelaskan siapa orang-orang yang berdusta, pendurhaka, lagi kafir itu:
{الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ}
(yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. (Al-Muthaffifin: 11)
Mereka tidak percaya akan kejadiannya, tidak meyakini keberadaannya, dan menganggap mustahil perkara itu terjadi. Kemudian dalam ayat berikutnya disebutkan:
{وَمَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ}
Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan settap orang yang melampaui batas lagi berdosa. (Al-Muthaffifin: 12)
Yaitu melampaui batas dalam amal perbuatannya, misalnya gemar mengerjakan hal-hal yang diharamkan dan melampaui batas dalam menggunakan hal-hal yang diperbolehkan, lagi berdosa dalam semua ucapannya; jika berbicara, dusta; jika berjanji, menyalahinya; dan jika bertengkar, curang (melampaui batas).
Firman Allah Swt.:
{إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}
yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata, "Itu adalah dongengan-dongengan orang-orang yang dahulu.” (Al-Muthaffifin: 13)
Yakni apabila dia mendengar Kalamullah dari Rasul Saw., maka dia mendustakannya dan menuduhnya dengan prasangka yang buruk, maka dia meyakininya sebagai buat-buatan yang dihimpun dari kitab-kitab orang-orang yang terdahulu. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya:
وَإِذا قِيلَ لَهُمْ مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قالُوا أَساطِيرُ الْأَوَّلِينَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu.” (An-Nahl: 24)
Dan firman-Nya:
وَقالُوا أَساطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَها فَهِيَ تُمْلى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (Al-Furqan: 5)
Maka disangggah oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam surat ini:
{كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Al-Muthaffifin:14)
Yakni keadaannya tidaklah seperti apa yang mereka dugakan, dan tidak pula seperti apa yang dikatakan oleh mereka bahwa Al-Qur'an ini adalah dongengan orang-orang dahulu, bahkan Al-Qur'an itu adalah Kalamullah, dan wahyu-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Dan sesungguhnya hati mereka terhalang dari beriman kepada Al-Qur'an, tiada lain karena hati mereka telah dipenuhi dan tertutup oleh noda-noda dosa yang banyak mereka kerjakan. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Al-Muthaffifin:14)
Ar-rain menutupi hati orang-orang kafir, dan al-gaim menyelimuti hati orang-orang yang berbakti, sedangkan al-gain meliputi hati orang-orang yang terdekat (dengan Allah).
Ibnu Jarir, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ مِنْهَا صُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ زَادَ زَادَتْ، فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Sesungguhnya seorang hamba itu apabila melakukan suatu dosa, maka terjadilah noktah hitam di hatinya; dan apabila ia bertobat darinya, maka noktah itu lenyap dari hatinya dan menjadi cemerlang; dan apabila ia menambah dosanya lagi, maka bertambah pulalah noktahnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya; "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan, sahih. Menurut lafaz yang ada pada Imam Nasai disebutkan seperti berikut:
"إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِت فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ صُقِل قَلْبُهُ، فَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَهُوَ الرَّانُ الَّذِي قال الله: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Sesungguhnya seorang hamba itu apabila berbuat suatu dosa, maka terjadilah suatu noktah hitam pada hatinya. Dan apabila dia menghentikan perbuatan dosanya, lalu memohon ampun kepada Allah dan bertobat, maka hatinya menjadi mengkilap lagi (bersih). Dan jika dia mengulangi perbuatan dosanya, noktah itu kembali lagi menutupi hatinya, hingga noktah itu menutupi seluruh hatinya (jika ia terus-menerus melakukannya). Itulah yang dimaksud dengan ar-ran yang terdapat di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
قَالَ أَحْمَدُ:حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ عَجْلان، عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِل قَلْبُهُ، فَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَذَاكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ فِي الْقُرْآنِ: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin itu apabila melakukan perbuatan dosa, terjadilah noktah hitam pada hatinya; dan jika ia bertobat dan kapok serta memohon ampun kepada Allah, maka hatinya kembali bersih mengkilap. Dan apabila dia menambah dosanya, maka bertambah pula noktah hitam itu hingga menutupi seluruh hatinya. Itulah yang dimaksud denganar-ran (kotoran) yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ar-ran ialah dosa di atas dosa sehingga membutakan hatinya dan hatinya mati. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)
Yakni bagi mereka kelak di hari kiamat Sijjin adalah tempat tinggal mereka, kemudian selain dari itu mereka terhalang dari melihat Tuhan Yang menciptakan mereka.
Imam Abu Abdullah Asy-Syafii mengatakan sehubungan dengan hal ini, bahwa ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Tuhannya di hari itu.
Apa yang dikatakan oleh Imam Safi’i ini sangatlah baik dan merupakan penyimpulan dalil dari pemahaman yang terkandung dalam ayat, sebagaimana ditunjukkan pula oleh dalil yang tersurat melalui firman-Nya:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناضِرَةٌ إِلى رَبِّها ناظِرَةٌ
Wajah-wajah (orang-orang mukmim) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)
Sebagaimana pula yang ditunjukkan oleh banyak hadis yang sahih lagi mutawatir yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Tuhan mereka di negeri akhirat dengan penglihatan mata, yaitu di tempat pemberhentian hari kiamat dan juga di dalam surga-surga yang mewah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'ammar Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris ibnu Sa’id, dari Amr ibnu Ubaid, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekali-kali tidak, sesungguhna mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15) Bahwa Allah menyingkapkan hijab (tirai)-Nya, maka dapat melihatlah kepada-Nya semua orang, baik yang mukmin maupun yang kafir. Kemudian Allah mehijabi diri-Nya dari pandangan orang-orang kafir. dan orang-orang mukmin dapat melihat-Nya di setiap hari di waktu pagi dan petang. Atau dengan ungkapan yang semakna.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ}
Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. (Al-Muthaffifin: 16)
Kemudian mereka (orang-orang kafir itu) selain dihalangi dari melihat Tuhan mereka Yang Maha Pemurah, juga meteka dimasukkan ke dalam neraka dan menjadi penghuni tetapnya.
{ثُمَّ يُقَالُ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ}
Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah azab yang dahulu selalu kalian dustakan." (Al-Muthaffifin: 17)
Dikatakan hal tersebut kepada mereka dengan nada mengecam, mencemoohkan, menghina dan merendahkan mereka.
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِي عِلِّيِّينَ (18) وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ (19) كِتَابٌ مَرْقُومٌ (20) يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ (21) إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ (24) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (25) خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (26) وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ (27) عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ (28)
Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu (tersimpan) dalam "Illiyyin. Tahukah kamu apakah 'Illiyyin itu? (yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah). Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamr murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. Dan campuran khamr murni itu adalah tasnim, (yaitu) mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.
Allah Swt. berfirman dengan sebenar-benarnya, bahwa sesungguhnya buku catatan amal orang-orang yang berbakti itu berbeda dengan buku catatan orang-orang yang durhaka; buku catatan amal mereka,
{لَفِي عِلِّيِّينَ}
benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin. (Al-Muthaffifin: 18)
Yaitu tempat kembali mereka adalah 'Illiyyin, dan ini berbeda dengan Sijjin, keduanya bertolak belakang.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Hilal ibnu Yusaf yang mengatakan, bahwa Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka’b yang saat itu aku (Hilal ibnu Yusaf) hadir, tentang makna Sijjin. Maka Ka'b menjawab bahwa Sijjin terletak di bumi lapis yang ketujuh, di dalamnya tersimpan arwah orang-orang kafir. Ibnu Abbas pun bertanya lagi kepada Ka'b tentang 'Illiyyin, maka Ka'b pun menjawab bahwa 'Illiyyin terletak di langit yang ketujuh, di dalamnya tersimpan arwah orang-orang mukmin. Hal yang sama dikatakan pula bukan hanya oleh seorang ulama, bahwa sesungguhnya 'Illiyyin itu terletak di langit yang ketujuh.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu (tersimpan) dalam 'Illiyyin. (Al-Muthaffifin: 18) Yakni di dalam surga.
Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas yang dikemukakan oleh Al-Aufi, catatan amal perbuatan mereka berada di langit di sisi Allah. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak.
Qatadah mengatakan bahwa 'Illiyyun adalah kaki' Arasy yang sebelah kanan.
Selain Qatadah mengatakan bahwa 'Illiyyin berada di dekat Sidratul Muntaha.
Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa 'Illiyyin diambil dari kata al-'uluwwu yang artinya tinggi. Dan sesuatu itu manakala meninggi, maka ia bertambah besar dan luas, karena itulah Allah Swt. membesarkan perihalnya dan menggambarkannya dengan gambaran yang agung. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّون}
Tahukah kamu apakah 'Illiyyin itu? (Al-Muthaffifin: 19)
Kemudian Allah Swt. mengukuhkan apa yang telah dicatatkan bagi mereka.
{كِتَابٌ مَرْقُومٌ يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ}
(Yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah). (Al-Muthaffifin: 20-21)
Mereka adalah para malaikat menurut Qatadah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kitab itu di tiap langit hanya disaksikan oleh para malaikat yang terdekatnya.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ}
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga). (Al-Muthaffifin:22)
Artinya, kelak di hari kiamat mereka berada dalam kenikmatan yang abadi dan surga-surga yang di dalamnya terdapat karunia yang berlimpah.
{عَلَى الأرَائِكِ يَنْظُرُونَ}
mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. (Al-Muthaffifin: 23)
Yang dimaksud dengan ara-ik ialah dipan-dipan yang beralaskan permadani. Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mereka memandangi kerajaan mereka dan segala sesuatu yang diberikan Allah kepada mereka berupa kebaikan dan karunia yang tidak pernah habis dan tidak pernah rusak selamanya.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dari firman-Nya: mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. (Al-Muthaffifin: 23) Yakni memandang kepada Allah Swt. Dan hal ini bertentangan dengan apa yang digambarkan oleh Allah Swt. tentang keadaan orang-orang yang durhaka melalui firman-Nya: Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)
Maka disebutkan perihal orang-orang yang berbakti, bahwa mereka diperbolehkan melihat kepada Allah Swt, sedangkan mereka berada di atas dipan-dipan dan hamparan-hamparannya, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Ibnu Umar:
"إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً لَمَنْ يَنْظُرُ فِي مُلْكِهِ مَسِيرَةَ أَلْفَيْ سَنَةٍ، يَرَى أَقْصَاهُ كَمَا يَرَى أَدْنَاهُ، وَإِنَّ أَعْلَاهُ لَمَنْ يَنْظُرُ إِلَى اللَّهِ فِي الْيَوْمِ مَرَّتَيْنِ"
Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya ialah seperti seseorang yang memerlukan waktu dua ribu tahun untuk melihat semua bagian kerajaannya; dan dia dapat menyaksikan bagian yang terdekatnya sama dengan melihat ke bagian yang terdekatnya. Dan sesungguhnya ahli surga yang paling tinggi (kedudukannya) adalah bagi orang yang dapat memandang kepada Allah Swt. sebanyak dua kali dalam seharinya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ}
Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. (Al-Muthaffifin: 24)
Yakni apabila engkau lihat wajah mereka, kamu akan dapat mengetahui kesenangan hidup mereka yang penuh dengan kenikmatan; yakni tampak berseri-seri, cerah, gembira ria, dan senang dengan kenikmatan besar yang menggelimangi kehidupan mereka.
Firman Allah Swt.:
{يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ}
Mereka diberi minum dari khamr murni yang dilak (tempatnya). (Al-Muthaffifin: 25)
Mereka diberi minum dari khamr surga, dan rahiq adalah nama lain dari khamr surga; demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah serta Ibnu Zaid.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ سَعْدٍ أَبِي الْمُجَاهِدِ الطَّائِيِّ، عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ سَعْدٍ الْعَوْفِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ-أَرَاهُ قَدْ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "أَيُّمَا مؤمن سقى مُؤْمِنًا شَرْبَةً عَلَى ظَمَأٍ، سَقَاهُ اللَّهُ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ. وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا عَلَى جُوعٍ، أَطْعَمَهُ اللَّهُ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ. وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ كَسَا مُؤْمِنًا ثَوْبًا عَلَى عُري، كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ خُضر الْجَنَّةِ"
Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Sa'd Abul Muhasir At-Ta'i, dari Atiyyah ibnu Sa'd Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, yang menurut pandangan perawi Abu Sa'id me-rafa'-kannya sampai kepadaNabi Saw. Bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Siapa pun orangnya yang mukmin memberi minum orang mukmin lainnya yang sedang kehausan, maka kelak Allah akan memberinya minuman di hari kiamat nanti dari khamr murni yang dilak tempatnya. Dan siapa pun orangnya yang mukmin memberi makan orang mukmin lain yang sedang kelaparan, maka Allah memberinya makan dari buah-buahan surga. Dan siapa pun orangnya yang mukmin memberi pakaian kepada orang mukmin lainnya yang tidak punya pakaian (telanjang), maka Allah akan memberinya pakaian dari kain sutra surga yang berwarna hijau.
Ibnu Mas'ud mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: laknya adalah kesturi.(Al-Muthaffifin: 26) Bahwa makna yang dimaksud ialah campurannya adalah minyak kesturi.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah mewangikan bagi mereka khamr surga, dan sesuatu yang dicampurkan kepada khamr surga adalah kesturi, kemudian dilak dengan kesturi.
Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Ad-Dahhak. Ibrahim dan Al-Hasan mengatakan bahwa laknya memakai minyak kesturi, yakni kesudahannya ialah minyak kesturi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Jabir, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Abu Darda sehubungan dengan makna firman-Nya: laknya adalah kesturi. (Al-Muthaffifin: 26) Yakni minuman yang putih seperti warna perak yang mereka gunakan untuk menutup minuman khamrnya. Seandainya seseorang dari penduduk dunia memasukkan jarinya ke dalam minuman itu, lalu ia mengeluarkannya, maka tiada suatu makhluk pun yang bernyawa melainkan dapat mencium bau wanginya.
Ibnu AbuNajih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: laknya adalah kesturi. (Al-Muthaffifin: 26) Maksudnya, diharumkan dengan minyak kesturi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ}
dan untuk demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (Al-Muthaffifin: 26)
Yaitu terhadap keadaan seperti ini hendaklah orang-orang berlomba-lomba untuk meraihnya dan berbangga diri karena berhasil meraihnya.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ}
Untuk kesenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja. (Ash-Shaffat: 61)
*******************
Adapun firman Allah Swt:
{وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ}
Dan campuran khamr murni itu adalah dari tasnim. (Al-Muthaffifin: 27)
Yakni campuran khamr ini adalah sesuatu minuman yang disebut tasnim, yang merupakan minuman ahli surga yang paling afdal dan paling terhormat. Demikianlah menurut Abu Saleh dan Ad-Dahhak. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam ayat berikutnya:
{عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ}
(yaitu) mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah. (Al-Miitaffifin: 28)
Maksudnya, minuman yang hanya diminum oleh orang-orang yang didekatkan dengan Allah. Minuman tersebut menjadi campuran bagi minuman ashabul yamin atau golongan kanan. Demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Masruq, Qatadah, serta selain mereka.
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ (29) وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ (30) وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ (31) وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ (32) وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ (33) فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ (34) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (35) هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (36)
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat, " padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang yang berdosa, bahwa mereka sewaktii di dunia menertawakan orang-orang mukmin, yakni mengejek dan menghina mereka. Dan apabila mereka melewati orang-orang mukmin, maka mereka saling berkedip di antara sesamanya sebagai penghinaan dan merendahkan orang-orang mukmin.
{وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ}
Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. (Al-Muthaffifin: 31)
Yakni bilamana orang-orang yang berdosa itu kembali ke tempat tinggal mereka, maka mereka kembali kepada kehidupan yang gembira dan menyenangkan. Dengan kata lain, apa pun yang mereka inginkan, mereka dapat memperolehnya, yakni mereka hidup senang dan kaya. Tetapi sekalipun demikian keadaan mereka, mereka tidak mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikaii kepada mereka, bahkan sebaliknya mereka sibuk dengan menghina dan mencemoohkan kaum mukmin serta dengki terhadapnya.
{وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّون}
Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat.” (Al-Muthaffifin:32)
karena orang-orang mukmin tidak seagama dengan mereka. Maka Allah Swt. berfirman dalam ayat berikutnya:
{وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِين}
padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. (Al-Muthaffifin:33)
Artinya, orang-orang yang berdosa itu bukanlah sebagai penjaga orang-orang mukmin untuk mengawasi semua perbuatan dan ucapan mereka, dan mereka tidak pula ditugaskan untuk melakukan hal itu terhadap orang-orang mukmin. Lalu mengapa mereka menyibukkan dirinya dengan orang-orang mukmin dan menjadikan orang-orang mukmin sebagai sasaran yang ada di hadapan mata mereka? Tungau di seberang jalan kelihatan, tetapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قالَ اخْسَؤُا فِيها وَلا تُكَلِّمُونِ إِنَّهُ كانَ فَرِيقٌ مِنْ عِبادِي يَقُولُونَ رَبَّنا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنا وَارْحَمْنا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنْتُمْ مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِما صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفائِزُونَ
Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan-Ku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia), "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang paling baik.” Lalu kalian menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kalian mengejek mereka, menjadikan kalian lupa mengingat Aku dan adalah kalian selalu menertawakan mereka. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (Al-Mu’minun: 108-111)
Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan:
{فَالْيَوْمَ}
Maka pada hari ini. (Al-Muthaffifin:34)
Maksudnya, di hari kiamat.
{الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ}
Orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir. (Al-Muthaffifin:34)
sebagai pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa karena mereka sewaktu di dunia menertawakannya.
{عَلَى الأرَائِكِ يَنْظُرُونَ}
mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. (Al-Muthaffifin:35)
Yaitu memandang kepada Allah Swt. untuk menyanggah dugaan orang-orang berdosa yang menuduh mereka sebagai orang-orang yang sesat.
Di hari itu terbukti bahwa orang-orang mukmin yang mereka tertawakan tidak sesat, bahkan merekaadalah kekasih-kekasih Allah yangdidekatkan kepada-Nya, dan dapat melihat kepada Tuhan mereka di negeri kehormatan-Nya, yaitu surga.
Firman Allah Swt:
{هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}
Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Al-Muthaffifin:36)
Yakni apakah orang-orang kafir itu telah mendapat balasan dari apa yang pernah mereka lakukan terhadap orang-orang mukmin sewaktu di dunia, yaitu penghinaan dan cemoohan, ataukah tidak? Sebagai jawabannya ialah mereka telah mendapat pembalasan dari amal perbuatan mereka dengan balasan yang lengkap, setimpal, lagi sempurna.
آخِرُ [تَفْسِيرُ سُورَةِ] "الْمُطَفِّفِينَ".
Demikianlah akhir tafsir surat Al-Muthaffifin, segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya.